Aku, Kamu, Dia, Itulah Cerita Kita

Akhirnya masuk tahun ajaran baru, aku yang sekarang udah bukan lagi menjadi seorang anak sekolahan karena kini aku bermutasi menjadi seorang anak yang lebih dewasa lagi, ya sekarang aku adalah anak kuliahan. Karena aku adalah maba (mahasiswa baru) mau gak mau aku harus ikutan ospek di kampus, denger dari cerita beberapa kawan yang udah duluan ngerasain asam manis dari ospek aku sempet gentar juga buat ikutan acara kampus yang konon diisi dengan penyiksaan dari senior ke junior, tapi ternyata prediksi aku itu salah karena di kampus tempat aku akan menuntut ilmu itu sudah mengharamkan adanya perpeloncoan jadi ospek di kampus itu aman tapi jujur itu juga terasa hambar karena ospek sejak dahulu terkenal dengan pelonconya.


Ketika itu hari pertama para maba diwajibkan datang untuk mengikuti brieffing atau pengarahan tata cara mengikuti POM (Pekan Orientasi Mahasiswa), aku yang saat itu lupa kalau hari itu ada brieffing harus iklas dateng telat karena bangun kesiangan bagus kakak mentornya masih mau mengizinkan aku masuk dan mengikuti briefing hari itu. Hari senin POM hari pertama dimulai, aku yang biasanya cukup pecicilan dan suka bertingkah kali ini gak bisa melakukan banyak hal, aku pikir sepertinya harus menjaga sikap untuk sementara supaya gak terlalu membuat kacau acara POM ini, saking gak betahnya diem dan duduk manis aku ngerasa mataku gak kuat untuk dibuka lagi rasanya berat banget kayak ada yang jemur celana dalem di kelopak mata. Saat aku berusaha untuk tetap tersadar gak sadar aku ngulet sambil menghadap belakang dan sekilas aku melihat sosok yang sangat waw dimataku, tadinya aku pikir itu Cuma bayangan yang diakibatkan dari mata ngantukku tapi saat aku coba nengok dan liat lagi ternyata aku gak mimpi, tapi emang ada cowok yang berusaha menggoda batin bahkan birahiku untuk mengenal dia lebih jauh.

Saat mentor memberi sebuah game yang mengharuskan setiap anggota kelas berkenalan satu sama lain aku pun gak menyia2kan kesempatan emas batangan itu, tentu saja orang pertama yang aku datangi adalah dia si cowok penggoda. Kami berdua langsung saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing-masing, takut dicurigai punya maksud lain akupun langsung mencatat namanya, Raga. Kemudian langsung beralih ke teman yang lain. Waktu game pun usai dan aku sudah berhasil mengenal hampir seluruh anak-anak yang ada dikelas itu, tapi tetap saja orang yang paling bisa memecah konsentrasiku hanya Raga cowok yang terlihat sempurna dimataku. POM hari berikutnya aku semakin merasa ingin mengenalnya lebih lagi, akupun berinisiatif untuk duduk tepat disebelahnya dan ternyata dia memang orang yang sangat aku inginkan mengisi liang lahat yang lama ditinggalkan penghuninya. Saat aku berada didekatnya aku benar-benar merasa nyaman, dan dihargai sebagai seorang perempuan, cowok yang ramah, perhatian dan sangat humoris itulah kamu yang selalu aku tunggu.

Di hari ketiga, aku mencoba untuk tetap berada didekatnya ternyata dia memang tidak merasa risih atau apapun dia tetap cuek dan ramah denganku, aku benar-benar tidak tau harus berkata apalagi tentang kamu. Di hari-hari selanjutnya aku masih melakukan hal yang sama hingga masa POM berakhir, jujur aku katakan aku jadi takut kalau harus berpisah denganmu karena kenyataannya aku dan kamu belum tentu satu kelas lagi. Tapi entah kenapa aku merasa kamu memang untukku, nyatanya kita kembali disatukan dalam satu kelas. Tentu aku gak mau melewatkan hari-hari bersamamu, aku mencari tempat duduk didekatmu dan gak pernah aku duga kamu ternyata menjadi lebih ramah dari kemarin, gak aku sangka juga kamu tiba-tiba menanyakan nomor handphoneku, tanpa ragu aku langsung memberikan kepadamu dan memintamu untuk misscall ke nomorku supaya nomormu bisa aku save juga.

Keesokan harinya aku merasa sangat berada dalam keadaan yang mengambang, jujur aku ingin menghubungimu tapi dalam hati aku merasa malu karena takut kamu tidak menanggapinya, tapi apa yang aku inginkan tidak akan tercapai kalau aku tidak bergerak sedikitpun, saat aku baru membuka kunci tombol handphone tiba-tiba handphoneku sudah berdering menandakan sms, saat aku lihat ke layar handphone tertera namamu disana dan jantungku terasa berhenti seketika baru kemudian berdegup lagi dengan cukup cepat. Senang rasanya hati ini, ya sangat senang ketika membaca isi dari pesan singkat dari Raga yang mengajakku pergi hari minggu besok, dengan sigap aku langsung membalas pesannya bertanya akan pergi kemana dan siapa aja. Raga emang orang yang paling bisa bikin aku mati mendadak, gak lama dia membalas pesan singkatku itu dengan jawaban yang sangat menggoda, dia bilang mau ke toko kaset, dan kita pergi hanya berdua. Tak bisa aku pungkiri kalau saat itu juga aku langsung melompat-lompat diatas kasur empukku.

Tanpa berpikir lama aku langsung mengiyakan ajakannya, dan aku memintanya untuk menungguku di depan gerbang kompleks perumahan. Minggunya sesuai janji aku menunggu Raga di depan kompleks perumahan gak lama kemudian dia datang dengan kuda besinya dan kami langsung meluncur ke tempat yang memang sudah direncanakan. Disana Raga mencari kebutuhan yang ingin dia beli, buku yang diinginkan sudah dia dapat. Gak lama kemudian akupun merasa lapar, sontak aku langsung berkata pada Raga kalau perutku sudah memulai konser tunggalnya. Memang kita pergi ke sebuah mall yang besar, elite dan terkenal di kota ini tapi ketika aku mengajaknya makan dia justru langsung menggandeng aku ke parkiran dan kita berdua pergi meninggalkan mall, aku sama sekali gak paham dengan apa yang ada didalam pikirannya.

Tiba-tiba dia menghentikan laju kendaraannya di depan sebuah warung makan, gak tau apa yang sedang berlari didalam otaknya, aku bingung kenapa Raga mengajakku kesini. Dia langsung mengajakku masuk kedalam warung makan tersebut.

“Kamu mau apa Ris?” Tanya Raga.

“Eh? Nngg, aku makan sama telor balado, mie goreng terus minumnya es teh manis deh.” Jawabku agak ragu-ragu.

Raga memesankan makanan untukku, sambil dia juga memesan makanan untuknya. Karena kita makan di warung makan kecil atau biasa kita sebut sebagai warteg (warung tegal), jadi gak perlu waktu lama untuk menunggu makanan siap disajikan. Sambil makan Raga hanya tersenyum-senyum saja setiap dia melihatku makan dengan agak segan, karena jujur saja aku tak terbiasa makan ditempat seperti ini, atau bisa dikatakan ini adalah kali pertamanya selama 18 tahun aku hidup di dunia dan tinggal di kota besar seperti jakarta ini, aku menyicipi makan ditempat seperti ini. Sangat berbanding terbalik jika melihat Raga yang makan seperti seorang tentara yang sedang berada ditengah hutan kemudian diberikan nasi bungkus dari langit, dia makan dengan lahap sekali. Tidak sampai 5 menit diapun sudah sukses menghabiskan sepiring nasi dengan 3 macam lauk yang dipesannya, setelah selesai dia mencoba mengajakku untuk ngobrol.

“Kamu gak pernah makan ditempat kayak gini ya Ris?” Tanyanya.

“Enggak pernah Ga, ini baru pertama kali aku makan di warteg.” Jawabku malu.

“Ah yang bener? Kasian banget orang Jakarta gak pernah makan di warteg?! Haha, pantes aja makannya lama, daritadi gak abis-abis.” Ledeknya.

“Ih, apaan sih? Aku emang gak pernah makan diwarteg tapi bukan berarti aku gak bisa makan cepet kayak kamu ya.” Bantahku gak mau kalah.

“Mana coba buktikan cakapmu kisanak!”

Karena gak mau terus-terusan diledek, akupun mengeluarkan jurusku untuk melahap makanan dengan cepat. Gak lama kemudian akupun sudah berhasil menghabiskan makananku, setelah itu kita berdua gak langsung pergi dari warung makan kecil itu, Raga mengajakku mengobrol lagi, dia berkata kalau warteg ini merupakan tempat makan favoritenya. Pengakuannya itu cukup membuat aku terperangah dan kagum, karena selama ini cowok-cowok yang aku kenal adalah orang-orang yang kemana-mana selalu membawa mobil dan makan ditempat yang elite, tapi Raga dia sangat berbeda dengan mereka jadi terasa sangat wajar kalau aku benar-benar ingin dia menjadi yang special di dalam hatiku, aku ingin banyak belajar tentang kesederhanaan dengannya.

Mulai dari saat itu aku dan Raga semakin dekat hingga akhirnya beberapa minggu kemudian waktu hujan turun mengguyur kampus akupun terpaksa menunda perjalanan pulangku, aku memilih untuk menghabiskan waktu didepan laptop ku memanfaatkan wifi yang ada dikampus. Tiba-tiba Raga mendatangiku dan dia terlihat benar-benar ramah, setelah sedikit berbasa basi dia kemudian menggenggam tanganku lalu mengucapka beberapa kalimat sakti yang membuat sejenak jantungku berhenti berdegup.

“Ris kamu mau gak coba buat jadi cewek aku?” tanya raga.

“Hah? Apaan sih kamu ga? Maksud kamu apa?” salah tingkah gw didepannya karena emang kata-kata itu yang sudah ku tunggu lama.

“Aku sayang kamu ris, kamu mau gak coba buat jadi pacar aku?” Raga kembali memperjelas kata-katanya tadi.

“Aku? Mau kok Ga jadi cewek kamu, dan aku bukan mau nyoba tapi aku yakin aku mau jadi pacar kamu yang terbaik.” Jawab ku meyakinkan walau aku sendiri bingung darimana kata-kata macam itu bisa keluar dari mulutku.

“aku serius Ris?”

“Apa mata aku keliatan gak serius Ga?”

Raga hanya tersenyum sambil menatap mataku kemudian tangannya semakin keras meremas jari-jari mungilku.

“Aduh sakit!” seruku.

“Eh, Kenapa ay?” tanya Raga.

“Hah? Ay? Ayam maksud kamu? Haha.” Celetukku.

“Ish, kan kita udah jadian emang ga boleh aku panggil kamu ay? Maksudnya kan ayang gitu kayak lagunya dewi-dewi.”

“Haha iya Raga sayang, boleh kok, boleh banget.”

“Yuk pulang, hari ini aku bawa mobil kok jadi bisa pulang sekarang.” Ajak raga.

Akhirnya Raga mengantar ku pulang, dan walau kita berdua sudah jadian, sepertinya Raga bukan semakin peduli dan semakin mendekat denganku tapi justru sebaliknya, sikapnya berubah dari Raga yang aku kenal dulu, dia berubah dari Raga yang aku idamkan dahulu. Akupun menceritakan semua yang terjadi pada teman dekatku Tesa, dia juga teman Raga jadi aku merasa dia adalah tempat terbaik untuk mencurahkan unek-unek ku tentang Raga, karena dia mengenal siapa Raga dan dia juga mengenal siapa aku. Beberapa bulan kemudian sikap Raga tak kunjung berubah, aku bingung setengah hidup rasanya memikirkan apa yang salah denganku. Saat itu aku menyempatkan membelikan Raga coklat dan mencoba mencari kesempatan untuk memasukannya ke dalam tasnya.

Akhirnya semua harus rusak disaat aku sedang merasa dia adalah yang terbaik untukku walau bagaimanapun sikapnya kepadaku. Raga memutuskan hubungan kita tapi bukan itu yang membuat aku merasa bodoh dan tidak berharga sebagai seorang wanita. Tapi kata-kata Raga yang membuatku merasa harga diriku telah terinjak2. Dia berkata kalau kemarin dia memintaku untuk menjadi pacarnya adalah karena tuntutan dan anjuran dari beberapa teman termasuk Tesa. Jadi selama ini dia hanya berpura-pura didepanku, sedangkan aku gak pernah tau seperti apa dia dibalik semua itu. Dan aku pikir dia belum pernah melihat coklat yang aku masukkan ke dalam tasnya, tapi ternyata dia justru mengembalikan coklat dan berkata kalau aku akan lebih membutuhkan coklat ini daripada dia.

Dari saat itu aku mencoba melupakan semuanya, tak mau lagi aku ingat-ingat apa yang diucapkan Raga kepadaku, aku mulai bisa menjalani hidupku lagi karena kemudian ada lagi cowok yang mendekatiku, tapi sayang aku tak bisa melepaskan perasaanku dari Raga. Cowok itu aku tolak mentah-mentah setelah 4 bulan melancarkan PDKT.

3 bulan kemudian aku benar-benar gak bisa membohongi perasaanku lagi, aku benar-benar ingin mendapatkan Raga kembali berdiri disampingku, akhirnya tanpa memikirkan kebodohanku di masa lalu aku meminta Tesa untuk kembali mendekatkan aku dengan Raga. Tak aku kira, ternyata Tesa melakukannya, beberapa lama kemudian Raga kembali mendatangiku

“Ris, aku minta maaf kemaren aku udah buat nyakitin kamu, aku tau salah aku emang berat banget buat dimaafin, kalo kamu emang belum mau maafin aku gak apa-apa aku sadar kok kesalahan aku itu kesalahan yang paling bego.” Kata Raga meminta maaf, dari matanya, aku dapat melihat kalau benar-benar tulus meminta maaf.

“Aku udah maafin kamu kok Ga, kamu gak perlu minta maaf lagi.” Kataku menjawab permintaan maafnya.

Seperti dahulu saat dia pertama meminta aku untuk menjadi pacarnya dia pun menggenggam tanganku dengan lembut, lalu beberapa saat dia melepaskan tanganku dari genggamannya dan mengeluarkan coklat yang sama dengan dulu saat dia mengembalikannya kepadaku. Aku tak sanggup menahan air mata, aku menangis terharu saat itu juga, aku merasa benar-benar dicintai sekarang.

Ternyata perasaan ku itu benar, Raga benar-benar mencintaiku. Sekarang dia meminta aku menjadi pacarnya bukan karena paksaan atau dorongan dari orang lain, tapi ini benar-benar inginnya sendiri. Aku tak menyangka dia bisa berubah dan bisa menyayangiku. Kini hari-hariku dengannya berbeda dari yang sebelumnya, dia menjadi lebih peduli, dan lebih memerhatikan aku. Inilah cinta yang aku inginkan, inilah kondisi yang aku harapkan sejak dahulu.

Pada suatu hari aku dan seorang temanku Anis namanya pergi bermain ke rumah Tesa, awalnya kami bertiga saling bercerita tentang apapun, kami bertiga tertawa riang. Tak lama akupun mengajukan usul kalau sebaiknya kita pergi mencari angin segar di luar, entah kita pergi ke Mall atau kemanapun. Tesa dan Anis menyetujui, Tesa meminta aku dan Anis untuk menunggunya sebentar untuk mandi, pada saat Tesa mandi temanku Anis yang memang memiliki kebiasaan buruk menggeratak barang-barang orang lain ini menjalankan hobynya, dia membongkar isi lemari Tesa hingga tanpa sengaja dia menemukan sebuah agenda yang isinya seperti diary milik Tesa. Gak sampai disitu, Anis pun membuka dan membaca halaman demi halaman yang ada didalam agenda itu tiba-tiba dia sontak berteriak, entah apa yang membuatnya berteriak tapi aku merasa penasaran.

“Heh kenapa kamu teriak gitu Nis?” tanya ku ke Anis.

“Enggak bukan apa-apa kok Ris, Cuma kaget aja.” Jawab Anis dengan raut muka yang agak berbeda.

“Itu apaan sih yang kamu pegang?”

“Eh ini bukan apa-apa Cuma agenda biasa punya Tesa.” Anis menjawab dengan muka yang sangat terlihat kalau dia sedang menutupi sesuatu.

Awalnya aku merasa biasa saja dengan situasi itu, tapi rasa penasaranku membuat aku semakin ingin tau apa yang membuat Anis berteriak dan apa yang sedang Anis pegang. Akupun memaksa Anis untuk memberitaukannya.

“Kalo bukan apa-apa kenapa teriak tadi?” tanyaku semakin penasaran.

“Bener Ris, bukan apa-apa!” jawab Anis ngotot sambil memasukan agenda itu kembali kedalam lemari baju Tesa.

“Coba liat kalo bukan apa-apa?!” Kataku memaksa.

“Ini gak seharusnya kamu liat Ris, dan emang lebih baik kamu gak pernah liat ini.”

“Ah, aku penasaran! Sini aku liat atau aku bakalan laporin ke Tesa karena kamu udah ngegeratak isi lemari bajunya Tesa?!” ancamku.

“Yaudah nih, tapi jangan sampe Tesa tau dan kamu harus bisa bersikap biasa ke dia!”

Aku pun melihat isi dari agenda Tesa dan sejenak jantungku terasa berhenti ketika aku melihat apa yang ada didalamnya. Beberapa kalimat yang cukup membuat aku merasa tak percaya kalau Tesa sahabatku ternyata juga menyukai Raga pacarku, bahkan dia juga mengharapkan serta merasa sakit hati ketika dia tau kalau aku harus tertawa dan bahagia bersama Raga. Aku tak habis pikir mengapa semua ini harus terjadi, kenapa Tesa tidak mengatakannya padaku? Kalau memang dia menginginkan Raga, untuk apa dia mau waktu aku memintanya untuk mendekatkan aku lagi dengan Raga.

Saat itu juga aku merasa tidak bisa berlama-lama berada didekat Tesa, akupun membatalkan rencana semula, aku pamit ke Tesa ketika dia selesai mandi dan meminta maaf kalau sengaja membatalkan acara yang aku sendiri mengusulkannya dengan alasan tidak enak badan. Beruntung Tesa bisa percaya, akupun pulang ke rumah dengan menumpang mobil Anis. Sampai di rumah aku masih saja terpikir atas apa yang aku lihat tadi, cukup lama aku menenangkan diriku dan mencari jalan keluar dari semua keadaan ini.

Beberapa saat kemudian aku meminta Raga datang ke rumahku, aku ingin dia tau apa yang sedang terjadi karena bagaimanapun ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut. Ketika Raga sampai di rumahku, aku pun langsung menceritakan semuanya sambil sesekali meneteskan air mata, dan bodohnya aku malah menanyakan perasaan Raga ke Tesa yang sebenarnya. Tapi Raga memang seorang cowok yang mampu meluluhkan hatiku, jawabannya benar-benar membuat aku percaya.

“Kalo aku emang suka sama Tesa, kenapa gak dari dulu aku jadian sama dia? Toh aku lebih lama kenal sama dia daripada sama kamu kan? Jadi kamu tenang aja ya sayang!” jawab Raga.

Disaat itu aku benar-benar percaya dan mencoba melupakannya, aku anggap cinta Tesa sudah bertepuk sebelah tangan. Awalnya memang mudah melupakannya tapi ketika hati ini kembali tergugah dan pikiran ini kembali teringat aku merasa tidak enak hati dengan Tesa. Ketika itu Aku, Tesa dan Anis sedang makan di kantin kampus, tiba-tiba saja aku ingin melihat handphone Tesa, dan Tesa tidak keberatan menunjukan handphonenya. Sebenarnya entah apa yang sedang aku cari di handphone Tesa, tapi aku dengan sengaja membuka inbox pesan di handphone Tesa, dan aku tidak mendapatkan apa yang aku cari. Tidak sengaja aku menekan tombol navigasi ke kiri dan handphone tesa langsung mengarahkan aku ke menu draft, memang itu hanyalah menu biasa, menu yang meyimpan beberapa pesan yang sengaja disimpan oleh usernya. Tapi justru di menu itu lah aku mendapatkan apa yang aku cari, di menu itu terdapat begitu banyak pesan singkat dari sebuah nomor yang aku tau itu nomor siapa, ya nomor handphone Raga pacarku. Mulanya aku tidak menaruh curiga, tapi waktu aku buka beberapa isi pesannya yang menurutku tidak wajar jika memang hanya sebagai seorang teman aku langsung tidak dapat menahan kekesalanku, aku tutup menu itu dan aku kembalikan handphone Tesa kemudian aku memisahkan diri dari ketiga temanku itu dan mencari Raga pacarku.

Ketika aku bertemu Raga didepan kelas aku langsung menariknya dan berbicara berdua, Raga bingung ada apa denganku tapi aku lah yang lebih bingung, ada apa dengan semua ini.

“Sekarang kamu jujur, apa hubungan kamu sama Tesa?!” Tanyaku sambil menatap tajam mata Raga.

“Kamu ngomong apa sih sayang? Aku gak ada hubungan apa-apa sama Tesa, dia Cuma temen.” Jawab Raga mencoba meyakinkan aku.

“Gak usah ada yang ditutupin lagi deh, aku udah tau semuanya! Atau kamu mau aku bawa Tesa kedepan kamu dan aku tunjukin semua bukti yang aku tau? Kalo kamu emang gak mau aku ngelakuin itu kamu sekarang jujur!” kataku memaksa Raga.

Raga diam, dia hanya bisa menghela nafasnya dan bahkan dia tidak mau melihat wajahku. Beberapa menit aku membiarkannya diam karena kau pikir dia butuh waktu untuk mengungkapkan semua, tapi setelah beberapa lama aku merasa sudah tidak ada waktu lagi untuk saling diam seperti ini, aku kembali memaksanya untuk jujur.

“Kenapa? Kok diem? Gak bisa? gak berani? Begini yang namanya cowok?” Paksaku.

“Aku sering jalan sama Tesa tanpa sepengatahuan kamu, aku juga sayang sama Tesa. Tapi bukan berarti aku gak sayang sama kamu, aku sayang sama kamu walau sayang aku ke kamu gak lebih dari sayang aku ke Tesa. Aku minta maaf Ris.” Jawabnya.

Saat itu aku tidak merasa sedih sama sekali, malah aku merasa lega dan bebas sekarang karena aku sudah tau semua kepalsuan yang dibuat oleh seorang pacarku dan temanku sendiri.

“Kalo kamu emang sayang sama Tesa kenapa kamu gak nembak dia minta dia jadi pacar kamu? Kenapa malah aku?” Tanyaku.

“Aku gak tau gimana caranya ngungkapin perasaan aku ke Tesa, aku bertemen sama dia udah lama, aku takut kalo aku minta dia yang jadi pacar aku dan kalo dia nolak dengan alasan karena aku dan dia udah bertemen lama aku takut dia jadi ngejauh, aku gak mau itu.”

“Oh gitu? Dan kamu lebih memilih nembak aku dan jadi pacar aku tapi dibelakang sana ada orang yang faktanya dia adalah sahabat aku sendiri lagi ngerasa disakitin secara gak langsung karena orang yang dia sayang pacaran sama sahabatnya sendiri? Dimana otak dan perasaan kamu sebagai cowok Ga?” kataku dengan nada keras.

“Iya, aku tau aku salah, aku minta maaf aku gak tau harus ngomong apalagi sama kamu. Aku akuin kesalahan aku.”

“Kamu tau? Kalo kamu berani nembak Tesa, aku yakin Tesa pasti bakalan nerima kamu. Karena aku tau perasaan Tesa ke kamu, dia nulis semua tentang kamu bahkan tentang kita di agendanya, dia simpen semua SMS yang kamu kirim ke dia, kalo begitu apalagi namanya? Berarti dia sayang banget sama kamu.”

“Kok kamu malah jadi dukung aku sama Tesa? Kamu gak marah sama aku? Gak marah sama semua perlakuan aku?” Tanya Raga heran.

“Enggak, buat apa aku marah? Justru aku harus minta maaf sama kamu dan Tesa, karena aku udah ngerenggut apa yang seharusnya jadi milik Tesa dan jadi milik kamu. Aku ngerasa lega sekarang udah tau semuanya, aku bakalan dukung kamu sama Tesa.” Jawab ku sok tegar, padahal aku benar-benar merasa kehilangan orang yang sangat aku sayang.

Saat itu juga hubunganku dengan Raga usai, tapi aku tidak menjauhi Raga dan Tesa, malah aku yang mendorong Raga agar bisa memiliki Tesa. Namun entah apa yang ada didalam pikiran Raga dia belum juga dapat mengungkapkan perasaannya ke Tesa, lebih bodohnya lagi dia malah menanyakan bagaimana seharusnya dia nembak Tesa. Beberapa minggu kemudian mereka berdua pun jadian, namun naas buat mereka berdua. Beberapa teman yang tau kejadian dan masalahnya langsung menganggap mereka rendah, tapi untukku mereka Tesa dan Raga adalah 2 orang yang terbaik dan 2 orang yang aku sayang. Sampai kapanpun Tesa adalah seorang sahabat yang terbaik, dan Raga akan selalu menjadi kenangan yang indah untuk hidupku.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Story Ground © 2011 Design by Best Blogger Templates | Sponsored by HD Wallpapers