Untouchable

Dunia sudah semakin canggih, kemajuan teknologi sudah tidak malu-malu lagi untuk terus berkembang. Hal ini juga ikut mempengaruhi sebuah gaya hidup manusia di dunia termasuk alur perkenalan, sekarang orang-orang lebih sering memulai sebuah perkenalan dari dunia maya dengan media situs jejaring sosial seperti facebook atau bisa juga melalui situs microblogging macam twitter ketimbang harus berkenalan secara langsung ketika saling bertemu bertatap muka.

Sebenernya gue bukan orang yang terlalu terkena pengaruh ini, tapi secara langsung gue juga ikutan terpengaruh efek radiasi gaya hidup seperti itu. Gue yang emang punya sifat paling malas memulai sebuah perkenalan sama sekali gak pernah menggunakan facebook gue untuk mencari kenalan, karena buat gue facebook emang sesuai dengan konsep yang digalang oleh Mark Zuckerberg yakni sebuah situs jejaring sosial untuk berkomunikasi bersama teman-teman lama, ya gue emang lebih memprioritaskan facebook gue ini untuk orang-orang yang gue kenal walaupun gak menutup kesempatan buat orang yang baru dan pengen kenal gue.

Dan berawal dari facebook ini juga gue kembali dipertemukan dengan orang yang dahulu pernah menjadi primadona di hidup gue semasa SMA, dia itu satu-satunya orang yang bikin otak gue bisa menerima kalau sekolah itu gak begitu buruk, dia itu satu-satunya orang yang bisa bikin gue semangat bangun pagi ketika hari senin tiba, dia juga satu-satunya orang yang bisa bikin gue semangat kalo lagi upacara buat berdiri dipaling depan karena pasti gue bisa berdiri disebelah dia. Seorang cewek dengan postur yang memang tidak proporsional tapi cukup pas untuk type gue, maaf gue bukan orang yang perfectionist apalagi mencintai suatu keindahan dari sebuah kesempurnaan ciptaan-NYA, tapi gue lebih suka melihat sesuatu dari sisi lain karena semua yang ada di dunia ini bukanlah satu dimensi. Ari namanya, dia adalah pria ups maaf maksud gue Arista seorang wanita dengan segala kebaikan didirinya menurut gue, walaupun dia tidak tinggi dan sexy seperti wanita-wanita lain yang digilai banyak pria tapi dengan tubuh yang tidak tinggi ditambah dengan porsi daging yang padat dia cukup mempesona untuk beberapa orang pria tentunya, apalagi kalau ingat kulit putih bersih dan sikap serta sifat yang jauh dari kata negatif itu semakin buat gue tergila-gila dengannya.

Sejak SMA dia yang jadi penyemangat gue, sekelas dari kelas 1 SMA sampai kelas 3 SMA bikin gue sama dia udah seperti amplop surat dengan alamatnya, gue sangat mengenal dia tanpa peduli dia mengenal gue sejauh apa karena itu gak penting menurut gue. Ada kejadian yang paling bikin gue bahagia yaitu ketika kenaikan kelas 2 SMA dimana saat itu adalah masanya penjurusan IPA atau IPS untuk para siswa, gue yang saat itu dengan sangat bangga masuk ke kelas IPS sedangkan Arista masuk ke kelas IPA, jujur aja sih gue agak kecewa tapi gue tau IPA itu udah menjadi jalur wajib buat Arista dan keluarganya karena semua anggota keluarganya merupakan lulusan SMA dari jurusan IPA tentu dia gak mau merusak tradisi itu. Tapi tanpa disangka-sangka pada saat awal masuk sekolah kelas 2, gue shock karena gue ngeliat dia dateng terlambat dan masuk kedalam kelas gue, entah ini keberuntungan atau jodoh gue yang masih belum memiliki teman sebangku akhirnya dipilih Arista untuk menjadi partner selama satu tahun.

Canggung untuk duduk tepat satu meja dengan seseorang yang sangat kita kagumi itu bener-bener kerasa, bahkan untuk memulai sebuah percakapanpun rasanya sangat berat. Antara takut salah ucap dengan takut salah pegang suasana.

“Disini belum ada orangnya kan ya?” Ujar Arista sesaat setelah duduk di kursi sebelah gue.

“Iya belum Ta, duduk aja tapi gak apa-apa emang nih kita satu-satunya cowok cewek yang duduk sebangku?” Tanya gue agak salting.

“Ha? Gak apa-apa lah, kan yang penting kita gak pangku-pangkuan duduknya hahahaha.” Jawab Arista becanda.

Damn! Ini bener-bener sebuah anugerah yang gak bisa disia-siain, gue bakalan punya too much kesempatan buat semakin mendekatkan diri ke Arista, dan itu artinya gue punya banyak peluang buat mencapai sebuah cita-cita kecil gue buat jadi pacar Arista. Oke itu adalah niat awal gue dan yang ada didalam pikiran gue dengan amat sangat indah, dan pada kenyataannya duduk semeja sama dia bukan bikin gue jadi mampu mendekatkan diri ke Arista sebagai seorang yang pedekate untuk kemudian pacaran karena sampai pada kelas 3 gue tetep jadi orang yang selalu duduk disebelah dia disekolah, tapi sampai lulus juga gue belum bisa jadi pacarnya karena ternyata Arista udah punya pacar dan amat sangat tampak kalau dia sudah yakin dengan pacarnya itu.

Lulus SMA gue dan Arista akhirnya berpisah, gue melanjutkan kuliah gue di Jakarta sedangkan Arista yang gue denger dia kuliah di Malang supaya bisa lebih dekat dengan pacarnya. Sekitar beberapa tahun kita gak contact, ya gue emang punya nomor handphone Arista tapi gue bukan orang yang seenaknya aja masuk kedalam kehidupan orang yang sedang berbahagia karena gue tau gue bukan orang pembawa kedamaian apalagi kebahagiaan. Sekian lama gue tetap menjalankan kehidupan gue, mencoba melupakan Arista walau gak mungkin, gue pacaran dengan salah satu temen kuliah gue yang akhirnya kandas dipinggir jalan karena gue takut ketabrak kalo ditengah jalan. Gak cuman satu kali gue menjalin hubungan dengan cewek lain, tapi semuanya berakhir dengan alasan yang monoton yakni merasa bukan orang yang terbaik. Ya gue ngerti kok, karena orang yang terbaik buat gue emang cuman Arista, sedangkan cewek-cewek lain itu orang-orang yang mencoba jadi lebih baik daripada Arista.

Sampai suatu ketika gue menemukan nama Arista Dewanti di facebook, waktu gue liat foto-fotonya dan ternyata itu dia, Arista, wanita yang paling bertanggung jawab terhadap semua pengharapan gue dan amat sangat bertanggung jawab terhadap kehidupan cinta gue. Tanpa pikir panjang gue langsung add facebook dia, kemudian gak lama notification gue memberitahu kalau Arista sudah meng-approve request friend gue, senengnya bukan main, girangnya bukan kepalang, tapi sayang gue gak pernah berani buat menyapa dia sekalipun di facebook. Namun Tuhan memang selalu punya jalan lain untuk menjawab doa dari hambanya, beberapa hari kemudian waktu gue lagi online, Arista menyapa gue di chat facebook, kaget, terkejut, dan rasa gak percaya menghampiri gue, tapi ini nyata, itu Arista yang chat gue. Langsung gue jawab chat itu dan ternyata Arista cukup mengenal gue walaupun beberapa lama gue dan dia gak melakukan contact. Hubungan gue dan Arista pun kembali terjalin sebagai teman yang cukup dekat, hanya saja gue harus mengakui gue hanya berteman dekat dengan Arista melalui facebook itupun kalo kita lagi sama-sama online aja, gak ada wall hanya chat aja, gue gak pernah berani untuk menyapanya menggunakan media yang lebih intens lagi seperti handphone.

Beberapa bulan kemudian gue punya rencana liburan ke kota Malang seorang diri, disana gue bakalan tinggal sama tante gue dan rencananya juga gue bukan cuman mau liburan doang, gue mau cari pengalaman kerja disana, dengan ambil cuti 1 semester dari kampus guepun berangkat ke Malang. Kereta api jadi transportasi pilihan gue untuk sampe di kota Malang, malem sekitar pukul 7 gue udah sampe di stasiun dan udah siap buat nunggu kereta yang bakalan gue tumpangin dateng, berbekal sepotong roti dan 3 kotak nasi serta 4 botol air minum gue merasa sangat siap menempuh perjalanan. Ketika kereta dateng tanpa ragu gue naik dan mencari tempat duduk sesuai dengan yang tertera ditiket gue, tas gue taro dibagasi atas supaya gak nyempitin dan membatasi ruang gerak gue yang udah terbatas, sembari nunggu kereta berangkat sekitar 30 menit lagi gue keluarin senjata pertama gue buat membunuh bosan, sebuah komik serial detektif yang cukup terkenal. Saking serunya gue gak peduli lagi sama sekitar gue, mungkin kalo aja tas gue yang ada dibagasi atas itu dicuri orang gue juga gak tau.
 
Peluit kereta sudah dibunyikan dan mesin kereta juga sudah nyala, kalo udah kayak gini bisa dipastikan kalo kereta ini sebentar lagi bakalan berangkat. Gue liat ke bangku samping gue ternyata gue gak punya chairmate di kereta ini, asik banget gue bisa tidur selonjoran dan tidur gue pasti bakalan nyenyak.

“Sorry bisa minta tolong?” Tiba-tiba suara cewek memecah imajinasi gue buat menikmati perjalanan.

“Oh iya bi...” Gue gak bisa melanjutkan kata-kata gue pas ngeliat muka cewek yang mendadak merusak imajinasi gue.


“Arista?” Tebak gue.

“Loh, elo ya? Rewin kan?” Ujar Arista. Beruntung gue dia masih kenal sama gue, kalo aja dia gak kenal pasti bakalan malu banget gue gaya-gayaan nyapa dia.

Tanpa ragu dengan sedikit malu gue bantuin dia naikin tas kopernya yang agak gede ke bagasi atas. Dia pun langsung duduk ditempat gue tanpa mikir kalo nomer kursi dia sebenernya bukan yang dideket jendela.

“Win, gue boleh duduk dideket jendela?” Tanya Arista.

“Gak! Hahaha, becanda. Boleh kok, gue tau lo emang suka duduk dideket jendela.” Jawab gue dengan sok akrab.

“Dih? Tau darimana lo?” Tanya Arista lagi.

“I know what I want to know.” Ujar gue sombong.

Akhirnya sepanjang perjalanan kita banyak bicara, banyak ngobrol, dan banyak cerita. Sepertinya moment kayak gini yang gak pernah gue dapet selama satu tahun gue sebangku sama dia dikelas 2. Sampai akhirnya Arista kelelahan karena terlalu banyak air liur yang dikeluarkan untuk terus ngomong sama gue, dia tertidur dengan bersender dijendela. Ngeliat dia tertidur bener-bener bikin gue jadi makin tergila-gila sama dia, bener-bener imut, lucu dan gemesin banget, mukanya polos kayak kolor laki, pipinya tembem kayak cimol, dan idungnya itu aahh udah kayak daging tumbuh yang sengaja dibolongin biar mirip idung. Cuaca dingin bikin gue gak nyaman dan jadi ga bisa tidur, apalagi ada Arista disebelah gue makin-makin aja bikin gue ga bisa tidur karena gue gak mau ada sesuatu terjadi sama dia, gue takut kalo nanti gue tidur dia tau-tau diperkosa atau diculik walau gue tau itu cuman pikiran gue yang lebay efek daya imajinasi gue yang terlalu kuat. Selagi tidur Arista keliatan kurang nyaman, mungkin karena efek cuaca dingin dan dia tadi ngelepas jaketnya pas baru berangkat, inisiatif seorang laki-laki gue langsung berputar, gue ambil jaketnya dan gue tutupin badannya pake jaketnya. Belom sempet gue ngelepas tangan gue dari jaketnya yang udah berhasil gue taro dibadannya tiba-tiba dia kebangun dan ngeliat gue dengan posisi seperti pengen meluk dia langsung sontak kaget.

“Eh lo ngapain Win?” Kata Arista dengan eksprsi kagetnya yang gemesin.

“Hah? Gak gue cuman mau pakein jaket lo ini supaya lo gak kedinginan, sorry sorry.” Jawab gue sejujurnya.

“Serius? Lo gak lagi pengen perkosa gue kan?” Tanyanya lagi meyakinkan.

“Astaga, ya kali deh gue perkosa lo diatas kereta gini. Lo kata gue lagi main film porno apa?!” Jawab gue meyakinkan.

Arista percaya dengan kata-kata gue itu, ya memang seharusnya Arista percaya karena gue emang gak pengen ngapa-ngapain dia. Karena kaget tadi Arista jadi kesulitan buat tidur lagi ditambah hujan yang turun bikin suasanannya jadi makin dingin, Arista yang udah pake jaket tetep ngerasa kedinginan dan gue menawarkan dia buat selimutan pake kain sarung gue seenggaknya bisa buat pelapis dia. Karena merasa hangat akhirnya Arista kembali tertidur, sedangkan gue masih aja belom bisa buat terpejam, kalo biasanya gue susah tidur karena bayangan Arista selalu nongol dipikiran gue, sekarang bisa dibilang gue ga bisa tidur karena kepala Arista bersender dipundak gue.

Matahari mulai terbit, gue masih juga terjaga. Kali ini gue bener-bener terjaga karena gue emang mau jaga Arista, gue takut kalo gue tidur juga dia jadi malah ga nyaman karena kelakuan gue kalo udah lagi tidur suka rusuh. Sedangkan Arista keliatan nyenyak banget tidurnya, dia keliatan capek jadi gue gak mau sampe ngebangunin dia walau gue akuin mata gue udah berat banget tapi gue coba usir kantuk gue dengan terus menerus mainin game dari konsol game portable yang gue bawa. Akhirnya gak lama Arista bangun, dia kucek matanya sambil ngulet, aduh bener-bener gue gak ngerasa salah pilih wanita pujaan, dia bener-bener punya kecantikan alami, bukan dari make up ataupun operasi plastik kayak artis-artis korea.


“Udah sampe mana Win?” Tanya Arista dengan mukanya yang polos dan masih keliatan banget ngantuk.

“Sebentar lagi sampe kok, mendingan lo cuci muka dulu sana.” Jawab gue memberi saran.

Arista langsung beranjak ke kamar mandi, dan gak lama dia balik lagi ke tempat duduk. Gue tawarin dia roti yang gue punya buat sarapan isi perut dia, dan dia menerimanya dengan senang hati. Kita berdua kembali berbincang-bincang, tapi kali ini tidak seseru semalam karena pagi ini yang kita bicarakan hanyalah hal-hal ringan ya maklum lah masih pagi.

Gak lama kereta akhirnya berhenti menandakan kita sudah sampe di kota Malang, gue bantu Arista nurunin kopernya baru setelah itu gue turunin ransel gue. Kita berdua turun dari kereta bersamaan, berharap gue bisa anterin Arista ke kost-nya tapi sayang dia ternyata udah ditunggu sama seorang laki-laki yang dia kenalin ke gue sebagai cowoknya. Satu malam bahagia sama dia sepertinya hancur begitu aja ketika dia kenalin gue sama cowoknya, pengen banget gue tusuk mata tuh cowok! sayang aja itu dosa kalo sampe gue lakuin, yang bisa gue lakuin sekarang ya cuman sabar dan berdoa buat kebaikan Arista. Sebelum pisah Arista ngasih gue nomer handphonenya yang baru dan minta gue buat sms dia suatu waktu, ternyata selama ini nomer Arista yang gue simpen itu udah 2 tahun gak aktif, bener-bener sial nasib gue nyimpen nomer busuk.

Walaupun udah sering berkomonikasi sama Arista via facebook dan udah pernah satu malam sama dia diatas kereta, punya nomor handphone Arista gak membuat gue punya keberanian buat nelfon dia ataupun SMS sekalipun. Gue berharap Tuhan menjawab doa gue dengan membiarkan Arista yang nelfon gue atau sms gue duluan, tapi kayaknya gak mungkin karena gue rasa Arista gak punya nomer handphone gue. Sekali lagi gue bisa bilang Tuhan emang bisa bikin hambanya bahagia dengan cara lain, handphone gue tiba-tiba bergetar hebat dikantong gue, waktu gue liat ada SMS dari Arista. What? Arista, yeah ini beneran Arista, gak pake ancang-ancang lagi gue langsung baca SMS-nya dan di SMS itu Arista ngajak gue jalan-jalan, sebenernya sih dia bilang dengan alasan pengen ngenalin gue sama kota Malang, akhirnya gue setuju dan gue langsung nunggu dia jemput gue pake mobilnya.

Akhirnya gue bisa jalan sama Arista setelah sekian lama penantian panjang gue, yang paling bikin gue bahagia lagi gue cuman jalan berduaan aja sama Arista, gak ada orang lain. Tapi, seketika gue inget Arista udah punya cowok, apa gak masalah ini gue jalan berduaan doang sama dia?! Mulai banyak tanda tanya yang muncul didalam otak gue, dan gue pikir ada baiknya gue memastikan keadaannya dengan bertanya ke Arista.

“Ta, lo emang gak apa-apa nih kita jalan berduaan gini? Cowok lo gimana?” Tanya gue.

“Cowok gue? Oh yang kemaren di stasiun itu? Haha, itu emang cowok gue, tadinya, sekarang udah jadi mantan win.” Jawab Arista.

Arista pun akhirnya mau gak mau menceritakan perjalanan dari hubungan dia dengan Endi mantannya, menurut hasil penalaran gue setelah menelaah dengan teliti cerita-cerita Arista sih gue ngerasa kalo Arista itu sayang banget sama Endi, agak kasian juga gue denger cerita dia harus putus sama Endi itu tapi di satu sisi gue girang tiada tara kalo dia emang harus putus sama Endi karena emang itu yang gue mau. Mulai dari hari itu gue dan Arista semakin intens berhubungan, kita berdua sering jalan bareng, sms lancar bahkan telfon pun juga gak jarang, pokoknya gue kayak bener-bener dapet kehidupan yang gue pengen.

Setelah 6 bulan di Malang gue akhirnya udah harus pulang, 6 bulan di Malang, 6 bulan juga gue deket sama Arista secara intens tapi gue belom bisa ungkapin perasaan gue sama dia, gue takut dia bener-bener anggep gue cuman sebagai temen deket aja. Tepat di hari gue bakalan balik ke Jakarta Arista menawarkan diri buat nganter gue sampe stasiun, gue gak mau buang kesempatan, diperjalanan menuju stasiun gue mengutarakan perasaan gue.

“Ta, lo cantik hari ini.” Ujar gue mencoba membuka suasanan yang pas.

“Ah? Apaan sih lo Win.” Jawab Arista malu.

“Serius Ta, lo cantik hari ini. Sebenernya sih dari dulu pas SMA juga cantik sampe-sampe gue naksir berat sama lo. Tapi hari ini cantik lo beda, mungkin gara-gara gue mau bilang kalo gue sayang sama lo kali ya? Dan pasti lo bakalan lebih cantik lagi Ta kalo lo mau jadi cewek gue.”

“Hah? Dish, jangan macem-macem deh lo Win.”

“Astaga macem-macem apaan sih Ta?! gue cuman mau lo jadi cewek gue aja kok, gue gak mau macem-macem.”
Gue menghentikan laju mobil dan mencoba ngomong serius sama Arista.

“Gue sayang Ta sama lo, dari SMA. Maaf gue gak pernah berani buat ngutarain perasaan gue, tapi sekarang gue coba buat ngeberaniin diri gue karena gue udah gak bisa lagi buat nahan perasaan gue ini. Selama 6 bulan ini kita udah bareng-bareng, gue pikir itu cukup buat lo ngenalin gue, udah cukup juga buat gue berusaha untuk jadi yang terbaik buat lo, dan sekarang gue bener-bener pengen sesuatu yang baik buat kita, gue mau lo jadi pacar gue Ta.”

“Sebelumnya gue minta maaf ya Win, gue juga suka sama lo, gue juga sayang sama lo walaupun sebenernya rasa sayang gue ke lo itu di luar rencana gue sebelumnya. Gue mau deket sama lo karena gue cari pelarian dari mantan gue itu, gue sayang banget sama dia Win, gue mau bikin dia sadar kalo dia nyesel udah putusin gue, gue mau bikin dia jealous, maaf gue udah manfaatin lo buat kepentingan pribadi gue. Tapi jujur gue emang bener sayang sama lo, tapi gue gak bisa bener-bener gak bisa Win, gue bakalan tetep nunggu dia buat balik lagi ke gue. Maaf banget Win, gue amat sangat mohon maaf sama lo.”

Akhirnya gue cuman bisa senyum mencoba bertahan dari keterpurukan gue yang sebenernya. Mau bagaimana lagi, gue gak pernah bisa nahan Arista buat bahagia, gue tau dia bisa bahagia kalo sama mantannya itu sedangkan sama gue dia belum tentu bahagia.

“Yaudah gak apa-apa Ta, ga usah minta maaf juga hahaha..” ujar gue sambil melajukan mobil lagi ke arah stasiun.

Sampe di stasiun gue sama Arista langsung masuk dan nunggu kereta peron yang semestinya. Dan disana Arista kayaknya masih merasa gak enak sama gue karena udah nyakitin gue, sedangkan gue yang ngerasa sakit mencoba mengobati diri gue sendiri.

“Kenapa Ta? Kok daritadi diem aja?” Tanya gue.

“Gak kenapa-kenapa Win, gue minta maaf banget ya sama lo.” Jawab dia.

“Ah ilah masih aja minta maaf, gue gak kenapa-kenapa Ta. Gue bakalan tetep kayak gini, gue bakalan tetep nemenin lo kayak kemaren-kemaren sampe akhirnya lo bisa balik lagi sama mantan lo itu. Tapi maaf ya nemeninnya via sms aja haha soalnya gue mau balik ke Jakarta.”

“Serius Win? Lo gak marah sama gue? Bahkan lo tetep mau ngelakuin apa yang selama ini lo lakuin buat gue walaupun lo gak dapetin apa yang lo mau?” Tanya Arista sambil menatap tajam mata gue.

“Iya lah, sayang gue gak berubah Ta ke lo. Dan seenggaknya sekarang lo udah tau perasaan gue selama ini sama lo, dan gue bisa ngejalanin love life gue sama yang lain. Karena selama ini gue gak pernah bisa sayang sama orang lain selain lo, mungkin karena gue belom menuntaskan perasaan gue sama lo aja kali, tapi sekarang kan gue udah ungkapin perasaan gue jadi gue agak tenang.”

“Makasih ya Win, lo udah ngelakuin yang terbaik buat gue, bener-bener yang terbaik Win. Tapi maaf banget gue bener-bener gak bisa.” Arista memeluk gue bersamaan dengan kedatangan kereta yang bakalan nganter gue ke Jakarta.

“Udah ya Ta, gue balik dulu. Kalo lo pulang ke Jakarta dan mau jalan-jalan tapi gak punya temen kabarin gue aja, gue siap kok buat lo. Jaga diri lo baik-baik oke?! Gue doain yang terbaik buat lo, gue doain lo bisa balikan sama mantan lo itu, dia pasti udah nyesel banget udah ngelepasin cewek yang terbaik.” Gue mencoba menguatkan Arista, dan kemudian naik ke atas kereta.

Gue balik ke Jakarta, gue coba jalanin hidup gue lagi seperti biasa dan tentunya hidup gue yang baru. Gue udah bisa buat buka hati gue untuk orang lain tapi sama sekali gue gak pernah ngilangin perasaan gue ke Arista, selalu ada tempat buat Arista sekalipun itu hanya sebesar bola pingpong. Dan ketika Arista ke Jakarta dia selalu ngabarin gue, dan kita berdua gak pernah menyia-nyiakan waktu itu, setiap Arista di Jakarta gue selalu jalan sama dia bahkan kadang gue jemput dia di stasiun sekalipun gue udah punya cewek juga, tapi gue coba kasih pengertian ke cewek gue kalo Arista itu temen gue yang special, ga ada yang bisa atau boleh jauhin gue sama Arista.

Gue sayang lo Ta, sekalipun hati lo gak pernah bisa gue sentuh, lo bener-bener untouchable tapi lo bener-bener loveable.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Story Ground © 2011 Design by Best Blogger Templates | Sponsored by HD Wallpapers